KARTIKA SI PEMARAH
Vas bunga itu jatuh. Suaranya
terdengar keras. Kerikil yang ada didalamnya berserakan dilantai.
“Mbah…!Dimana tasku.” Teriak Tika dari ruang tamu. Wajahnya cemberut
dan acuh.
“Makanya, pulang sekolah itu naruh sepatunya yang bener,” kata Kak
Tiara sambil lalu menuju dapur.
Mbah dan Ibu terlihat sibuk membantu Tika mencari sepatunya.
“Nich, sepatumu.”
Kata Kak Tiara tak kalah sinis. Ia sebal denga sikap Kartika yang selalu
uring-uringan dan kasar setiap tidak menemukan barang yang ia cari.
“Kok tidak bilang terimakasih sama kakak, dek,” Saran ibu dengan
lembut kepada Tika.
“Tika mah gitu sukanya kok, buk,” Ucap Kak Tiara sambil lalu menuju
kamar mandi.
Kartika masih terlihat cemberut. Ia memakai sepatu dengan
tergesa-gesa.
“Sarapan dulu, Nak,” Ajak Ibu.
‘Gak Usah. Tika sudah telat. “Ucap Tika ketus.
Ia lalu berangkat pakai sepeda mini warna merah.
Kartika sudah didalam kelas. Sepanjang jalan tadi dia cemberut.
********************************
Kartika berlari menuju ke ruang kelas. Ia mengambil donpetnya yang
tertinggal. Karena tergesa-gesa ia tak melihat Friska. Friska hamper tertabarak
olehnya ketika berjalan menuju ke luar kelas.
“Tik. Kalau jalan hati-hati dong. Hampir saja kamu menabrakku.” Ucap
Friska dengan kesal dan marah.
“Maaf, Tik.” Ucapnya tanpa merasa bersalah.
Ia membongkar seluruh isi tasnya. Tapi, dompet yang ia cari tidak
ada.
***********
“Teetttt…teeeeeetttt…”Bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Tika masih
sibuk mencari dompetnya.
Sekarang adalah jam pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Tias masuk lebih
awal dari biasanya. Ia pun menghampiri Tika yang terlihat bingung dan kusut.
“Nyari apa,Tik?”Tanya Bu Tias. “Dari tadi pagi, Ibu lihat kamu
tergesa-gesa masuk kelas. Wajahmu juga terlihat cemberut,” lanjut Bu Tias.
“Dompetku tidak ada, bu.” Jawabnya singkat.
Semua siswa sudah masuk kelas. Bu Tias memeriksa semua tas milik
teman-teman Tias. Tapi, tidak ada yang mengambil.
“Mungkin kamu lupa belum memasukkannya ke dalam tas, Tik…”. Celetuk
Nensi teman sebangkunya. Tika hanya diam.
“Kamu hobinya marah-marah kok. Jadi, pelupa gitu.” Tambah si Samsul
menggoda Tika.
“Sudah anak-anak, ayo dengarkan ibu. Ibu punya cerita…” Bu Tias
bersiap bercerita dengan boneka tangan khas yang selalu ia bawa.
Bel Pulang berbunyi. Para siswa sudah bersiap – siap pulang. Mereka
baris satu-satu berpamitan kepada Bu Tias.
Tika keluar kelas dengan wajah di tekuk. Ia berjalan menuju ke
tempat parkiran sepeda. Suara lemparan benda mengenai sepeda. Ia pun terkaget.
“Tuch dompotmu. Makanya bawa dompet itu
hati-hati.” Ucap Friska dengan anada
ketus.
“Gara-gara kamu yang ceroboh jadi bikin pelajaran Bu Tias
berkurang.” Tambah Friska sambil melotot.
Friska berlalu meninggalkan Tika yang masih terbengong. Dalam hati
Ia merasa bersalah karena tadi pagi telah melakukan hal yang kasar dan
marah-marah kepada Ibu dan neneknya.
Segera Ia mengambil sepedanya. Di katuhnya sepeda dengan kencang. Ia
ingin segera bertemu ibu dan Neneknya.
Sesampainya di rumah, Tika memarkirkan sepeda ditempatnya. Sepatu
ditaruh ditempat sepatu.
Ibu dan Nenek sedang membuat adonan bakwan. “Tika bantu irisin
kolnya ya, Bu,” ucap Tika dan langsung mengambil pisau diatas meja.
Ibu hanya mengangguk melihat Tika yang datang tiba-tiba. Ibu
,menggoreng adonan bakwan yang sudah siap.
“Tumben nich, putri pemarah anteng di dapur.” Ledek Kak Tiara. Tika
hanya tersenyum.
“Jangan suka marah, dek…nanti kamu
cepet tua lho,”tambah Kak Tiara. Sambil mengemas bakwan di wadah yang sudah
disiapkan Ibu.
“Iya, Kak,” sahut Tika. “ Ibuk,
Mbah, maafkan Tika ya, Tika Janji tidak marah-marah lagi,” Imbuh Tika.
Ibu, Nenek dan Kka Tiara saling
pandang. Mereka tersenyum bahagia.
“Ayo, Tika bantu
Kak Tiara di depan ya. Pesanan bakwannya sudah ditunggu,” ucap Ibu lembut.
(580 kata)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar